Tengg..tengg" bunyi lonceng menggema menyusuri seisi sekolah, menandakan berakhirnya kegiatan hari ini. Tanpa dikomando semua murid membereskan barang, bersiap pulang dan kembali melanjutkan keseharian. Beberapa kelas terlihat sudah lebih dulu memenuhi gerbang sekolah, berebut untuk lebih dulu pulang.
Begitu juga dengan ku, mengalihkan pandangan dari kaca jendela, dan segera mengemasi barang-barang dan bersiap pulang.
"Lis,
aku pulang duluan ya, sorry hari ini ga bisa barengan, aku mau ke toko
buku dulu" terdengar suara Sonya dari bangku belakang.
Aku menoleh ke arah Sonya, lalu tersenyum kecil
"iyaa Son, gapapa, aku pulang sendiri aja"
Ia masih menunjukkan ekspresi agak bersalah, namun aku meyakinkannya untuk pergi.
"Duhh, sekali lagi sorry ya Liss padahal kemarin aku udah janji sama kamu mau ke taman hari ini"
"Udah gapapa pergi aja, besok aja kita ke tamannya kan bisa"jawabku hanya tersenyum dan melambaikan tangan kepadanya.
Wajar
ia seperti itu, soalnya setiap hari kami selalu pulang bersama. Setiap
beberapa hari sekali kami juga pergi ke taman bareng, sekadar
duduk-duduk, dan becerita tentang berbagai macam hal.
Sonya
adalah teman baik ku. Kami sudah bersahabat sejak duduk di bangku SD,
entah karena kebetulan, sampai SMA pun kami masih masuk sekolah bahkan
kelas yang sama, padahal kami tidak pernah merencanakannya, dan ia sudah
kuanggap seperti saudara sendiri.
Aku
melewati gerbang sekolah, berjalan menyusuri jalanan kota yang tidak
terlalu padat. Di kotaku ini memang belum terlalu dipadati dengan
kendaraan bermesin, lebih banyak orang memakai sepeda, ramah lingkungan
katanya. Aku berhenti di tepi taman, Taman Florencia, satu-satunya taman
di kota ini. Singgah sebentar tak apa kan?pikirku dalam hati.
Kicau
burung bersahut-sahutan dan pepohonan hijau yang rindang, di kota ini,
hanya di sini aku bisa menikmatinya. Angin sepoi sepoi yang bertiup
menerpa wajahku, sangat nyaman, sampai membuatku terlena dengan segala
keindahan di sini. Tak butuh waktu lama untuk ku terlelap di bangku
taman.
Aku membuka
mataku perlahan, disambut oleh pemandangan senja yang indah. Beberapa
saat aku diam menikmati indahnya pemandangan. Ah, sudah sesore ini,
pikirku. Nenek pasti akan khawatir kalau aku pulang kemalaman, aku
memutuskan untuk segera pulang. Saat aku melangkah menuju keluar taman,
tiba-tiba 3 orang laki-laki yang terlihat seperti berandalan datang
menghalangi jalanku
"Hai manis, main sama kita yuk" kata seorang kepadaku.
Dengan sedikit takut kujawab "mau apa kalian? Pergi!" Atau aku teriak!
"Jangan begitu dong, nama mu siapa?"
"Ohh, jadi nama mu Alicia..?" Ia membaca namaku yang terpampang di seragam sekolahku.
Aku
tahu apa yang akan terjadi jika aku tidak cepat kabur dari sini, dan
niat jahat mereka, aku berniat untuk lari secepatnya dari situ. Namun,
baru saja kaki ku mau melangkah berlari, salah satu dari mereka sudah
memegangi tanganku, mencegahku lari. Menarikku dengan kasar.
"Lepasin, lepasinnn"aku berteriak sembari melihat lihat kiri kanan, berharap ada orang yang lewat dan melihat kejadian ini
"Udah neng Alicia, ikut kita aja, kita senang-senang"
"Iya neng, ga bakalan ada orang lewat, percuma teriak"
Aku
menutup mata, sambil melawan sekuat tenaga, namun rasanya tidak cukup
kuat untuk melawan mereka. Namun saat aku sudah pasrah, aku terjatuh
seketika, dan aku tidak tahu apa yang terjadi di depanku. Beberapa detik
keheningan menyelimuti sekelililingku, entah apa yang sedang terjadi.
Aku
membuka mata, ketiga laki laki tadi sudah jatuh, dan sepertinya mereka
pingsan. Aku mengalihkan pandangan, dan di depanku berdiri seseorang
berjubah membelakangiku. Sepertinya ia baru saja menolongku. Dia
berbalik, menjulurkan tangannya untuk ku. Aku meraih tangannya dan
segera berdiri. Kulihat dengan seksama rupanya, dan sepertinya ia
seumuran denganku. Ia menawari untuk menemani ku pulang, takut hal yang
buruk seperti tadi terjadi.
"Terima..."
"
Anak sekolahan kenapa belum pulang sesore ini? malah keluyuran" baru
saja aku mau berterima kasih, dia malah melemparkan pertanyaan yang
menjengkelkan seperti itu..
"Makasih
udah nolongin gue, tapi gue gak ada kewajiban buat jawab pertanyaan lo
kan?" Dia hanya diam mendengar jawaban ketus dari ku barusan..
Dasar
aneh, dari penampilannya, aku bisa merasakan bahwa dia juga anak
sekolahan sepertiku. Coba kutanya saja kali ya? Memastikan..
"Lo juga anak sekolahan kan?"
"Emang lu kelas berapa?"dia malah nanya balik, emang ngeselin nih orang
"Kalau gue sih, kelas 2 SMA, jadi lo sekolah di mana?"
"Kalau begitu kita seumuran. Tapi, sayangnya gue enggak sekolah"
"Jadi kalau lu sekolah harusnya sekarang kelas 2 SMA?
"Ya bisa dibilang begitu" jawabnya dingin
"Jadi elu ngapain?" Entah kenapa aku penasaran dengannya.
"Gue kerja"
"Kerja apaan?"
"Gue gak ada kewajiban buat jawab pertanyaan lo kan?" Jawabnya mengulangi kata ku tadi
"Heii, itu kan kata-kataku" kataku memprotes jawabannya
Hampir saja aku melewatkan rumahku, gara-gara ngobrol sama orang ngeselin ini.
Tapi, bagaimanapun juga, ia telah menolongku tadi, aku harus berterima kasih dengan benar.
"Kita udah sampe, ini rumah gue, lo udah boleh pergi"
"Oh, oke..aku tinggal dulu" ia membalikkan badannya
"Eh tunggu dulu".. Aku menarik bajunya pelan
Ia
terdiam, menghentikan langkah kakinya yang ingin meninggalkan ku.
Keheningan meliputi kami sejenak.. Lalu aku menunduk, dia berbalik,
untuk segera menatapku dengan sorot mata yang dingin..
"Ada apa? Aku mau kerja"katanya memecah keheningan
Aku
memberanikan diri menatap matanya. Daritadi berjalan aku tidak
menyadari, bola matanya biru indah seperti lautan. Entah ada hubungannya
atau tidak, tapi hari ini bulannya terlihat indah dan lebih bersinar.
"Makasih ya, udah nolongin aku tadi" akhirnya terucap kata itu dari bibirku..
Ia hanya diam menatapku.
"Hati-hati ya lain kali" kata-kata yang terucap dari mulutnya memang sederhana, namun terasa begitu tulus dan jujur.
Aku mengangguk pelan.
Ia berbalik, aku hanya diam melihatnya..
"Jangan kaget ya"
"Kaget sama apa?"jawabku dengan penasaran
Ia
terlihat menghela nafas. sekali lagi ku lihat bola matanya, sorot mata
nya yang dingin. Itu adalah sorot mata yang kukenal. Aku tau persis
perasaan orang orang yang memiliki sorot mata seperti itu. Ya, itu
adalah sorot mata orang yang memendam penderitaan. Aku tau benar tentang
itu, karena dulu aku juga pernah memilikinya.
"Jika takdir mempertemukan kita lagi, saat itu aku bukanlah orang yang sama"
Sosoknya
menghilang seakan di terkam bayangan setelah ucapannya tadi. Aku
berusaha mencerna maksud dari perkataannya tadi, namun tetap saja, masih
tetap tidak menemui titik terang. Kalimat misterius yang dilontarkannya
tadi, terngiang-ngiang dalam benak ku.
Sudahlah, mungkin ia hanya mengada-ada pikirku sembari membuka pintu rumah, nenekku pasti sudah menungguku.
"Aku pulang" kataku selepas membuka sepatu..
Seperti biasa, tidak ada jawaban, dan seperti biasa, Sepi..
Aku
tinggal hanya berdua dengan nenek ku ditempat yang terlihat kecil ini.
Namun, rumah ini sudah terasa nyaman dan cukup buat kami tinggali. Aku
adalah anak tunggal dari kedua orang tua ku, dan mengenai orang tua ku,
mereka telah meninggal dalam kecelakaan mobil saat aku berumur 4 tahun,
dan saat itu hanya aku yang selamat. Jadi yang kumiliki sekarang hanya
nenekku seorang.
Aku pergi ke ruang makan, dan benar dugaan ku, nenek sudah menungguku di sana.
"Kamu baru pulang, kemana saja" kata nenek ku pelan. Dia pasti khawatir
"Maaf nekk, Alis pulangnya telat" kataku seraya duduk di meja makan dan bersiap menyantap makan malam
"Iya gapapa Lis, yang penting kamu baik baik aja nak, ayo makan pasti kamu lapar"
Rupanya
nenek sudah memasak makanan kesukaanku. Dengan seragam sekolah yang
belum kuganti, segera aku santap makanan di meja, sembari menceritakan
kepada nenek kisahku hari ini.
***